
Sorong, paspos.info – Kota Sorong yang menjadi ibukota Provinsi Papua Barat Daya adalah kota transit yang sangat strategis dalam bidang perdagangan dan perindustrian, terutama bagian pesisir pantai yang menjadi incaran para pemilik modal.
Hal ini menjadi rebutan sehingga untuk menguasai tanah tanah tersebut para pemilik modal banyak menggunakan cara cara ilegal seperti pemalsuan dokumen dan merekayasa hukum.
Hal ini pula yang dialami oleh Hamonangan Sitorus yang tinggal dijalan Kapten Pattimura tampagaram kelurahan Suprahu distrik Maladumes. Sebidang objek tanah yang sudah dikuasai sejak tahun 2003, sudah ada bangunan tempat tinggal dan sudah ditanami pepohonan yang berusia lebih dari 10 tahun juga sudah memiliki surat pelepasan oleh pemilik hak hulayat yang sah, diakui oleh Lembaga Masyarakat Adat Malamoi 2003 lengkap dengan surat keterangan dari Lurah dan RT setempat masih juga mendapat gugatan kepemilikan dari pihak yang tidak jelas asal-usulnya termaksud kewarganegaraan Penggugat yang bernama Paulus George Hung biasa disebut Ting Hung dengan menggunakan surat pelepasan tahun 2013 dari saudara Wellem Bawela yang adalah anak Robeka Bawela yang terlebih dahulu melepaskan tanah hulayat 2003 kepada saudara L Sitorus orang tua Hamonangan Sitorus yang sekarang menjadi tergugat Perdata di pengadilan Negeri Sorong.
Dijelaskan oleh tergugat juga bahwa surat pelepasan tanah tahun 2013 yang dibuat saudara Wellem Bawela kepada Penggugat saudar Ting Hung telah dibatalkan oleh saudara Wellem Bawela sendiri yang dengan sendirinya surat tersebut batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak bisa digunakan untuk melakukan gugatan, ungkap Monang Sitorus.
Hari Senin 05-08-2025 kemarin Pengadilan negeri Sorong melalukan sidang PS biasa disebut sidang peninjauan setempat yang dipimpin langsung oleh ketua pengadilan negeri Sorong Beauty D.E Simatauw didamping oleh hakim Bernard Papendang dan Lutfi Tomu yang dihadiri para tergugat didamping pengacara tergugat Simon Maurits Soren SH sementara Penggugat hanya dihadiri Albert Fransstio dan Mardin sebagai pengacara penggugat Tanpa ikut hadir Prinsipal sdr Ting Hung yang diketahui selama ini berkewarganegaraan Malaysia.
Pada sidang PS tersebut hakim mempertanyakan batas batas objek sengketa dari pihak tergugat bisa dengan jelas menjukan batas batas setiap sudut tanah sementara Penggugat kelihatan sekali sangat kebingungan dan tidak bisa menunjukan dengan jelas patok tanah yang mereka gugat ( orang Sorong bilang BABINGUNG). Ini menjelaskan bahwa Penggugat melakukan gugatanya buta objek sengketa karena menggunakan dokumen gugatan yang tidak sah juga tidak mempunyai legal standing, ungkap Simon Maurits Soren SH ketika dilokasi Sidang setempat.
Dikediamanya Pak L Sitorus menyampaikan dengan tegas beberapa hal yang dialaminya terkait kasus ini diantaranya:
- Saya menolak persidangan ini dilanjutkan karena dokumen gugatan yang dipakai penggugat untuk menggugat adalah dokumen palsu ini bisa saya buktikan.
- Meminta kepada yang mulia hakim ketua pengadilan menghentikan persidangan ini karena penggugat tidak mempunyai legal standing dalam hal gugatanya.
- Hakim pengadilan yang menangani perkara ini harus jelih dan memeriksa kembali dokumen gugatan termaksud kewarganegaraan Penggugat yang harus dilengkapi bukti jatidiri dalam bentuk KTP indonesia, karena sejak mulai sidang mediasi sampai persidang saat ini Prinsipal (penggugat) tidak pernah hadir dan dalam pembuktian surat tidak melampirkan bukti jatidiri yang kami pertanyakan dalam Esepsi kami, bukankah perinsip hukum penggugat yang harus membuktikan gugatanya?
- Hakim seharusnya membuat putusan sela karena gugatan tidak mempunyai legal standing dan objek sengketa tidak berkesuaian dilihat dari titik koordinat Yang ada, sehingga tidaklah wajar kalau kasus seperti ini masuk dimeja persidangan .
Dalam mengakhiri pernyataan-pernyataanya Pak L Sitorus sebagai warga kota Sorong yang sudah sangat banyak berkontribusi dalam pembangunan fisik dan peradaban di Papua Barat Daya ini, memohon kepada yang mulia Ketua Hakim pengadilan negeri Sorong agar realistis dan seksama melihat kasus gugatan ini sehingga tidak akan muncul persepsi dimasyarakat bahwa hukum menjadi alat bagi mafia tanah untuk menguasai tanah demi kepentingan Mafia tanah itu sendiri. (Sos)